Pelitanusantara.net – Kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat dianggap diskriminatif, karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. “Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apa pun,” katanya, Sabtu.
Tulus juga menyoroti soal Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan.
Menurutnya, HET tes PCR banyak yang diakali oleh penyedia sehingga harganya naik berkali lipat dan berbeda-beda. “HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah ‘PCR Ekspress’, yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1×24 jam,” tuturnya.
Tulus menilai syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3×24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat. “Atau cukup antigen saja, tetapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp200 ribuan,” imbuhnya.
Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.
“Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan,” pungkas Tulus Abadi. Dalam aturan terbaru surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2×24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4. Untuk luar Jawa-Bali, syarat itu juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, tetapi tes antigen masih tetap berlaku dengan durasi 1×24 jam.
Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1×24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksin lengkap.
Artikel ini telah tayang diJPNN.comdengan judul
“YLKI: Batalkan Syarat Wajib PCR untuk Penumpang Pesawat”,