Jakarta – Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, menyatakan keberatan terhadap tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan atau eksepsi yang diajukan pihaknya. Salah satu sorotan utama yang disampaikan Tom Lembong adalah mengenai tempus atau rentang waktu yang diusut dalam kasus ini.
Keberatan ini pertama kali disampaikan oleh penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (11/3).
Ari menegaskan bahwa JPU dalam dakwaannya menetapkan tempus perkara hanya pada periode 2015-2016, saat Tom Lembong menjabat sebagai pejabat terkait.
“JPU menyatakan secara tegas bahwa tempus yang dipermasalahkan adalah saat Pak Tom Lembong menjabat, yaitu periode 2015-2016. Kami sangat keberatan karena penyidikan seharusnya mencakup rentang waktu 2015 hingga 2023,” ujar Ari di hadapan majelis hakim.
Selain itu, Ari juga mengkritisi bahwa dalam bantahannya, JPU tidak menjelaskan secara rinci korelasi pasal yang didakwakan dengan Pasal 14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ia mempertanyakan dasar hukum yang digunakan untuk menjerat kliennya.
“Bagaimana mungkin Pak Tom Lembong dianggap melanggar UU Tipikor, padahal dalam perbuatan yang didakwakan terdapat regulasi lain, seperti Undang-Undang Perlindungan Petani, Undang-Undang Perlindungan Pangan, serta beberapa peraturan menteri terkait?” tambahnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika menyatakan bahwa keberatan yang disampaikan pihak Tom Lembong telah dimuat dalam eksepsi sebelumnya. Hakim pun menegaskan bahwa persidangan akan berlanjut ke tahap selanjutnya.
“Jawaban dan tanggapan dari kedua belah pihak kami anggap cukup. Selanjutnya, majelis hakim akan menentukan sikap dalam suatu putusan, yang bisa berupa putusan sela atau putusan akhir,” kata Hakim Dennie.
Saat mendapat kesempatan berbicara, Tom Lembong secara langsung mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia juga menyoroti inkonsistensi dalam penetapan tempus perkara.
“Saya setuju dengan keberatan yang diajukan penasihat hukum saya. Tempus dalam dakwaan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat perintah penyidikan (Sprindik). Selain itu, mengapa hanya saya yang ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa? Saya juga merasa bahwa tanggapan JPU tidak memperlihatkan hubungan yang jelas antara pelanggaran UU yang dituduhkan dengan dugaan tindak korupsi,” ungkap Tom Lembong.
Hakim kembali menegaskan bahwa seluruh keberatan tersebut telah tercatat dalam eksepsi dan akan dipertimbangkan dalam putusan majelis.
“Untuk memberi kesempatan kepada majelis hakim menentukan sikap dan menjatuhkan suatu putusan, persidangan akan dilanjutkan kembali pada Kamis, 13 Maret 2025,” tutup Hakim Dennie.