Jakarta – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kini tak sekadar menjadi organisasi payung bagi media digital, tetapi telah menjelma sebagai gerakan moral untuk menjaga marwah pers nasional di tengah gempuran era digital.
Penegasan itu disampaikan oleh Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Kebijakan Publik sekaligus Ketua Dewan Pembina SMSI, saat membuka Dialog Nasional bertajuk “Media Baru: Peluang dan Tantangannya” di Kantor Pusat SMSI, Jalan Veteran, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Dialog ini juga disiarkan secara daring melalui Zoom dan menyedot perhatian pelaku media dari berbagai daerah.
“Kita ingin memastikan bahwa transformasi media digital tetap berjalan di atas rel etika, akurasi, dan keberpihakan terhadap kebenaran serta kepentingan publik,” ujar Harris dalam sambutannya.
Acara ini menghadirkan jajaran pembicara penting, mulai dari Ketua Umum SMSI Firdaus, Ketua Dewan Pakar Prof. Yuddy Chrisnandi, Wakil Ketua Dewan Pers Totok Suryanto, hingga tokoh pers dan akademisi seperti Dr. Abraham Samad, Prof. Henry Subiakto, Hersubeno Arif, dan Ilona Juwita.
Di hadapan peserta dialog, Prof. Harris memaparkan empat agenda strategis SMSI yang dinilainya krusial untuk menjawab dinamika media digital ke depan:
-
Memperkuat literasi digital, baik bagi masyarakat umum maupun ekosistem media.
-
Mendorong perlindungan hukum bagi jurnalis dan perusahaan media siber.
-
Meningkatkan kapasitas teknologi dan bisnis media agar lebih adaptif dan berdaya saing.
-
Membangun kolaborasi luas dengan pemerintah, Dewan Pers, dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Harris, tantangan media digital saat ini bukan hanya soal kecepatan informasi, tetapi juga soal integritas dan keberpihakan.
“Media siber harus tetap menjadi watchdog demokrasi, tapi juga siap menghadapi disrupsi dan perubahan industri,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa SMSI harus menjadi rumah besar bagi media yang kredibel, berdaya, dan berpihak pada kepentingan bangsa. “Forum ini harus jadi batu loncatan untuk memperkuat kualitas media siber agar tidak kehilangan jati diri di tengah derasnya arus digital,” imbuhnya.
Harris juga menyoroti fenomena media baru yang membawa dua wajah: peluang besar untuk distribusi informasi yang luas dan cepat, namun sekaligus tantangan berupa disinformasi, hoaks, polarisasi, hingga tekanan bisnis yang tak menentu.
“Dialog Nasional ini menjadi momentum penting untuk memperkuat posisi strategis media siber Indonesia agar tetap independen, profesional, dan kompetitif dalam lanskap global,” pungkasnya.












