Bandung – Jagat medis dan akademik Bandung diguncang kasus menghebohkan. Seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah Pratama (31), ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan upaya rudapaksa terhadap anak pasien di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
Yang membuat miris, aksi bejat itu dilakukan dengan modus pembiusan dan penyalahgunaan wewenang medis.
Kejadian memilukan itu terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Pelaku diduga membawa korban, seorang remaja perempuan, dari ruang IGD menuju lantai 7 Gedung MCHC, dengan alasan pemeriksaan lanjutan. Ia bahkan melarang adik korban untuk mendampingi.
“Di ruang nomor 711, tersangka meminta korban berganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan melepaskan seluruh pakaiannya,” ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan, Rabu (9/4).
Tak hanya itu, pelaku dilaporkan melakukan 15 kali percobaan penusukan jarum infus ke tangan korban, sebelum menyuntikkan cairan bening misterius yang membuat korban tak sadarkan diri.
Saat terbangun sekitar pukul 04.00 WIB, korban diantar kembali ke lantai bawah. Namun rasa perih di bagian sensitif saat buang air kecil membuat korban curiga bahwa telah terjadi kekerasan seksual. Ia pun segera menceritakan semuanya kepada sang ibu.
Penyelidikan cepat yang dilakukan Polda Jabar mengarah pada Priguna sebagai tersangka. Ia kini telah ditahan dan dijerat Pasal 6C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
Menanggapi kasus tersebut, pihak Universitas Padjadjaran langsung mengambil langkah disipliner dengan memberhentikan Priguna dari Program PPDS Fakultas Kedokteran.
“Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik,” pernyataan resminya.
Unpad menegaskan bahwa Priguna bukan karyawan RSHS, melainkan peserta didik yang sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis. Karena itu, tindakan tegas berupa pemberhentian langsung diambil oleh pihak universitas.
Selain itu, korban kini telah mendapat pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar selama proses hukum berlangsung.
Baik Unpad maupun RSHS menyatakan akan terus mengawal proses hukum secara adil dan transparan, serta berkomitmen menciptakan lingkungan yang aman bagi seluruh pasien dan tenaga kesehatan.
“Kami juga berkomitmen menjaga privasi korban dan keluarganya. Tindakan ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak,” tutup pernyataan tersebut.



















