Ragam – Susiknan Azhari, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dalam sebuah tulisan yang terbit pada Selasa 13 Juni 2025, menekankan pentingnya memahami konsep permulaan hari dalam inisiatif Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Bagi Susiknan, ini bukan sekadar pembaruan teknis, melainkan fondasi peradaban baru yang mendambakan kesatuan umat dalam pelaksanaan ibadah.
KHGT hadir sebagai jawaban atas kebutuhan lama umat Islam: kalender Islam yang seragam di seluruh dunia. Dengan sistem ini, momen-momen penting seperti awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha bisa dilaksanakan secara serempak, tanpa perbedaan hari antarnegara.
Konsep ini menegaskan semangat wahdatul ummah (persatuan umat) yang selama ini menjadi isu sentral dalam wacana keislaman global, sekaligus menjadi pijakan utama dalam upaya penyatuan kalender Islam.
Titik Awal: Dimulai dari Hilal Pertama
Salah satu terobosan KHGT adalah penetapan awal hari hijriah berdasarkan Titik Visibilitas Hilal Pertama/wilayah di muka bumi yang pertama kali memenuhi syarat astronomis untuk melihat hilal, yakni ketinggian minimal 5 derajat dan elongasi 8 derajat.
Jika suatu wilayah berhasil melihat hilal secara valid, umat Islam di dunia menetapkan keesokan harinya sebagai 1 Hijriah secara global.
Misalnya, jika ijtimak (konjungsi matahari dan bulan) terjadi sebelum pukul 00.00 UTC dan hilal dapat terlihat di wilayah seperti New Zealand atau Amerika, maka umat Islam di seluruh dunia akan menetapkan keesokan harinya sebagai awal bulan hijriah—meskipun waktu dan zona secara lokal bisa berbeda.
Data dalam buku Kalender Islam Global karya Sriyatin Shodiq dan Ainul Yaqin al-Falaky menunjukkan penerapan prinsip ini secara nyata.
Pada bulan Syakban 1487 H (2064 M), hilal pertama terlihat di Wellington, New Zealand, dengan ketinggian 07°13’50” dan elongasi 08°18’49”. Sementara pada Ramadan 1469 H (2046 M).
Visibilitas hilal pertama tercatat di Yogyakarta, Indonesia, pada Ramadan 1469 H/2046 M, dan di Los Angeles, Amerika Serikat, pada Ramadan 1521 H/2097 M.
Global, Bukan Lokal
Inilah yang membedakan KHGT dari konsep visibilitas hilal Neo-MABIMS, yang hanya berlaku di kawasan tertentu. KHGT menggunakan cakupan global, dari Pasifik Timur hingga Atlantik Barat. Artinya, seluruh umat Islam dapat memiliki acuan waktu hijriah yang sama, meski waktu lokal berbeda-beda.
Contohnya, ketika hilal terlihat di Samudera Pasifik Timur dan KHGT menetapkan 1 Ramadan jatuh pada Sabtu, umat Islam di seluruh dunia akan mulai berpuasa pada hari yang sama. Di Amerika Serikat, meskipun waktu setempat masih menunjukkan Jumat sore, umat Islam tetap memulai 1 Ramadan pada Sabtu sesuai penetapan global KHGT.
Hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi menegaskan hal ini, ketika Rasulullah SAW bersabda:
“Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, dan Idulfitri pada hari kalian semua berbuka.”
Hadis ini mengisyaratkan pentingnya keseragaman waktu dalam pelaksanaan ibadah kolektif.
Namun demikian, KHGT tidak menghapus tradisi penentuan waktu ibadah berdasarkan posisi matahari setempat. Salat, tarawih, dan aktivitas keagamaan lainnya tetap mengacu pada waktu lokal. Penentuan tanggal hijriah melalui KHGT bersifat administratif dan kolektif, umat Islam di seluruh dunia menggunakannya secara serempak layaknya kalender masehi, tanpa menghilangkan perbedaan zona waktu yang tetap berlaku secara lokal.
Halaman : 1 2 Selanjutnya