
Koordinator Aliansi Suara Kebangkitan Rakyat untuk Kebenaran (ASKARA) Imam Subali
Jakarta – Pemanggilan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ia mendeklarasikan diri sebagai calon wakil presiden bersama Anies Baswedan, menjadi fokus perhatian Aliansi Suara Kebangkitan Rakyat untuk Kebenaran (ASKARA) dengan dugaan motif politik.
Koordinator ASKARA, Imam Subali, menganggap pemanggilan KPK terhadap Gus Muhaimin terkait kasus 12 tahun lalu terasa aneh. Menurutnya, jika ada kaitan dengan kasus tersebut, mengapa baru dibuka kembali setelah ia mendeklarasikan diri sebagai bakal cawapres Anies Baswedan? Mengapa selama ia menjadi bacapres Prabowo Subianto tidak ada proses hukum yang sama? Menurut Imam Subali, pemanggilan ini menunjukkan indikasi kuat penyalahgunaan institusi negara untuk kepentingan politik kelompok tertentu. KPK seharusnya berfungsi sebagai lembaga anti rasuah yang independen dan profesional.
“Bahwa pemanggilan cak Imin oleh KPK setelah deklarasi capres – cawapres, indikasi kuat penyalahgunaan institusi negara untuk kepentingan politik kelompok tertentu, maka disini KPK menjadi alat politik bukan lagi menjadi Lembaga anti rasuah yang independent dan professional”, ungkapnya melalui pesan tertulis yang diterima pada Kamis (7/9/23).
Dia menekankan bahwa masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada KPK jika penyalahgunaan seperti ini terus berlanjut. Hukum harus ditegakkan dengan adil dan tanpa pandang bulu.
“Karena apabila dibiarkan menjadi ancaman terhadap demokrasi dan menjadi portal penghalang terhadap setiap anak Bangsa yang ingin menggunakan haknya yang dijamin oleh undang-undang, dipilih dan memilih”, imbuhnya.
Imam Subali menyatakan penolakan terhadap segala bentuk penyalahgunaan KPK untuk kepentingan politik. Jika penyalahgunaan ini tetap berlanjut, mereka bersedia melawan untuk menyelamatkan KPK dan cinta mereka kepada NKRI.
“KPK harusnya tidak tebang pilih, kalua mau periksa periksa semua bacapres yang sekarang ini sedang mendeklarasikan dirinya maju dalam Pilpres 2024, misal tindaklanjut korupsi E-KTP, Kasus Korupsi alat Alusista, kasus izin ekspor izin ekspor minyak sawit mentah (CPO), kasus suap alih fungsi hutan 2014, kasus Harun Masiku dan kasus-kasus lainnya”, tegasnya.
Dia juga mengingatkan KPK untuk tidak memilih-milih dalam menjalankan tugasnya. Semua calon presiden yang mendeklarasikan diri untuk Pilpres 2024 harus diperiksa dengan tindaklanjut yang sama, termasuk kasus-kasus seperti E-KTP, kasus korupsi alat Alusista, izin ekspor minyak sawit mentah (CPO), suap alih fungsi hutan 2014, kasus Harun Masiku, dan lainnya.
Imam Subali menegaskan perlunya KPK menciptakan suasana yang kondusif menjelang pesta demokrasi yang akan datang. Dia mengingatkan agar cara-cara seperti ini tidak diulang dan hukum tidak digunakan sebagai alat politik.
“jadi cara-cara yang seperti ini jangan dibiasakan dan harus kita lawan. Jangan jadikan hukum sebagai alat politik”, pungkasnya. (Red)